Minggu, 11 Desember 2011

BIOGEOGRAFI DAN EMERGING DISEASE

Paper dan presentasi mata kuliah biogeografi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA


Penulis:

Priyo Wahyudi
Denny Sualang
Ade Sumiardi
Acep Abdullah
 Rahayu Siti Harjanthi


Ketika manusia terserang suatu penyakit infeksi, cenderung beranggapan bahwa dia tertular dari orang lain. Sekitar 132 dari 175 (75%)  kuman patogen penyakit infeksi manusia mempunyai inang perantara organisme lain sebelum menyerang manusia. Keberadaan patogen di lingkungan merupakan suatu bagian yang integral dengan ekosistem, membentuk jejaring kompleks antar organisme yang mengatur ledakan, transmisi dan penyebaran (Molyneux et al., 2008).
Kemunculan penyakit menyebabkan berbagai implikasi bagi ekologi dan biogeografi bagi spesies-spesies yang ada di bumi sehingga penting bagi ilmu biologi konservasi. Kemnuculan penyakit dapat mempengaruhi jumlah spesies yang ada di bumi. Kontrol terhadap penyakit yang dilakukan oleh manusia juga mempengaruhi distribusi populasi dari spesies tersebut. Manusia memiliki kepandaian yang lebih untuk menghadapi penyakit. Ini dapat menyebabkan penyebaran penyakit jadi berpindah pada hewan. Selain itu juga, manusia melakukan kontrol terhadap hewan-hewan yang menjadi vektor dari penyakit. Tentu saja sebagai hasilnya populasi dari hewan yang menjadi vektor penyakit akan menurun.

Emerging disease adalah suatu penyakit yang meningkat cepat kejadian dan penyebarannya.  Termasuk di dalamnya tipe-tipe infeksi baru yang merupakan akibat dari perubahan organisme, penyebaran infeksi yang lama ke daerah atau populasi yang baru. Terjadinya gangguan terhadap ekosistem telah menyebabkan perubahan komposisi ekosistem dan fungsinya. Perubahan komposisi dan fungsi ekosistem mengakibatkan berubahnya keseimbangan alam khususnya predator – prey, serta patogen dan vektornya. Beberapa perubahan ekosistem akibat aktivitas manusia yang mengganggu secara langsung ataupun tidak langsung terhadap ekosistem antara lain: perkembangan pertanian, manajemen sumberdaya air, deforestasi atau pertambangan.
Penyebab gangguan ekosistem sangat banyak, termasuk perubahan suhu rata-rata lokal, perubahan siklus air, perubahan distribusi air akibat irigasi dan pembangunan bendungan/dam, perubahan akibat pencemaran pupuk dan pestisida, sampai pada perubahan akibat urbanisasi. Umumnya gangguan ekosistem, kerusakan dan fragmentasi habitat terjadi sebagai akibat dari konversi habitat alami menjadi lahan pertanian atau peternakan, pemukiman. Hal tersebut menjadi penyebab utama meningkatnya penyakit infeksi menular pada manusia dewasa ini.
Beberapa penyebab utama gangguan ekosistem yang menyebabkan ledakan penyakit infeksi menular pada manusia meliputi : perusakan ekosistem hutan, sistem pengairan, perkembangan pertanian, urbanisasi dan perubahan iklim.

1.  Perusakan ekosistem hutan dan deforestasi
Hutan merupakan habitat asli banyak jenis serangga yang terlibat dalam transmisi penyakit. Beberapa kelompok serangga yang menjadi vektor utama penyakit menular adalah nyamuk Anopheles, Aedes, Culex dan Mansonia ; lalat hitam Simulium ; lalat Chrysops dan lalat tsetse Glossina. Deforestasi menciptakan batas hutan dan interface baru yang memacu pertumbuhan populasi hewan inang reservoir dan vektor. Secara bersamaan adanya batas hutan yang baru seringkali menarik perhatian manusia untuk menghuni daerah perbatasan hutan yang beresiko tinggi.
Kerusakan habitat hutan juga menyebabkan perubahan atau hilangnya vektor yang sebelumnya menempati habitat tersebut. Ketidakberuntungnya adalah jenis vektor pengganti ternyata merupakan inang yang lebih disukai oleh patogen dan mempunyai dominansi yang tinggi terhadap populasi vektor sebelumnya. Deforestasi semacam ini menyebabkan terjadinya penurunan biodiversitas vektor serangga hutan. Meledaknya penyakit malaria akibat populasi nyamuk Anopheles yang meningkat, merupakan contoh paling umum akibat deforestasi, seperti terjadi di negara-negara Asia tenggara dan Amerika Selatan.
 Deforestasi juga menyebabkan terjadinya wabah penyakit manusia yang diperantarai oleh siput. Wabah schistosomiasis terjadi akibat ledakan populasi siput yang menjadi vektor dari cacing Schistosoma. Meningkatnya populasi satu jenis siput menjadi yang dominan di ekosistem hutan yang rusak, telah menyebabkan berkurangnya biodiversitas siput dan meningkatnya penderita schistosomiasis penduduk yang tinggal di sekitar hutan. Contoh wabah schistosomiasis yang disebarkan oleh siput terjadi Kamerun dan Filipina.

2. Manajemen sumber dan badan air / Irigasi
Sumber air dan badan-badan air yang secara alamiah berupa sungai, rawa dan danau merupakan habitat dari banyak jenis mahluk hidup yang membentuk ekosistem air tawar seperti sungai, rawa dan danau. Pembangunan saluran irigasi, waduk dan bendungan telah mengubah keseimbangan ekosistem yang menyebabkan terjadinya ledakan penyakit menular. Contoh yang paling akurat adalah pada tahun 1990 di India terjadi wabah yang dikenal dengan “irrigation malaria” yang menimpa lebih dari 200 juta penduduk pedesaan di India. Hal ini terjadi akibat buruknya sistem irigasi yang menyebabkan terjadinya ledakan populasi nyamuk Anopheles culicifacies yang merupakan vektor utama malaria di India.
Perubahan ekosistem sungai juga telah menyebabkan wabah penyakit schistosomiasis yang disebarkan oleh vektor siput dan wabah penyakit onchocerciasis yang disebarkan oleh lalat hitam Simulium, serta wabah malaria yang disebarkan oleh nyamuk Anopheles. Hal tersebut terjadi karena terjadinya perubahan ekosistem sungai dapat menyebabkan terbentuknya kolam-kolam still-water yang menjadi tempat breeding yang ideal bagi vektor-vektor serangga tersebut. Beberapa kasus meledaknya penyakit schistosomiasis akibat kerusakan ekosistem sungai terjadi di DAS bendungan Diama Senegal dan bendungan Aswan di Mesir.
Perubahan ekosistem bendungan buatan manusia juga menyebabkan terjadinya wabah schistosomiasis di Bendungan Aswan Mesir dan saluran irigasi sungai Nil di Sudan. Cacing Schistosoma ternyata dibawa oleh nelayan pendatang, kemudian disebarkan oleh vektor perantara yaitu siput Bulinus truncatus. Terjadinya kelimpahan populasi fitoplankton telah menyebabkan ledakan populasi B. truncatus. Selain penyakit schistosomiasis, juga terjadi wabah filariasis yang disebarkan oleh nyamuk Culex pipiens. Populasi Culex pipiens meledak akibat terbentuknya water-table pada saluran irigasi yang arusnya tertahan.

3. Perkembangan pertanian
Pertanian dalam arti luas mencakup budidaya tanaman, perikanan dan peternakan. Ternak dan unggas menjadi hewan reservoir dari banyak patogen penyakit menular manusia. Perkembangan perikanan dan peternakan memberikan kontribusi pada penyebaran dan munculnya penyakit menular baru.
Wabah penyakit salmonellosis yang disebabkan bakteri Gram negatif Salmonella enteridis, terjadi pada daerah yang berdekatan dengan peternakan unggas (ayam). Ledakan S. enteridis telah menghilangkan jenis Salmonella yang non patogenik pada manusia yaitu S. gallinarum.
Wabah penyakit Japanese encephalitis (JE) yang disebabkan oleh virus yang disebarkan nyamuk Culex sp. banyak terjadi di Cina, Nepal, India, Thailand, Sri Lanka dan Taiwan. Penyakit JE merupakan endemik daerah pertanian padi, dengan babi sebagai hewan reservoirnya. Ledakan wabah JE terjadi akibat perkembangan peternakan babi di negara-negara tersebut, yang menyebabkan virus JE meningkat jumlahnya.

4. Urbanisasi
Manusia modern di banyak negara di dunia melakukan urbanisasi ke kota-kota besar. Hal itu menyebabkan populasi penduduk kota lebih besar dibandingkan penduduk desa. Makin meningkatnya laju urbanisasi ke kota membutuhkan pemekaran daerah untuk pemukiman, sehingga terjadi perubahan ekosistem di daerah suburban. Perubahan daerah suburban telah menyebabkan ledakan penyakit menular manusia seperti demam berdarah dengue (DBD) yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti,  seperti terjadi di Singapura, Rio de Janeiro dan Jakarta.
Pemukiman kumuh akibat urbanisasi merupakan lingkungan dengan sanitasi yang sangat buruk. Genangan-genangan air banyak ditemukan di pemukiman kumuh dan sanitasi yang buruk tersebut menjadi tempat berkembang biak yang ideal bagi nyamuk A. aegypti yang menjadi vektor utama virus DBD.
Selain nyamuk, hewan reservoir yang menjadi vektor penyakit menular manusia yang hidup di daerah pemukiman kumuh adalah tikus. Tikus menjadi hewan yang mengikuti migrasi penduduk dari satu tempat ke tempat yang baru. Sanitasi lingkungan yang buruk menambah peluang populasi tikus untuk meledak sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan. Penyakit leptospirosis menjadi wabah yang banyak terjadi di pemukiman kumuh.

5. Perubahan Iklim

    Bukti iklim bumi yang meningkat dikarenakan gas greenhouse yang berasal dari aktivitas manusia telah banyak buktinya, dan dampak dari iklim global telah merobah sistim biologi yang mengkontrol terjadinya suatu penyakit. Perobahan iklim telah mengganggu ekosistim sehingga mempengaruhi populasi serta interaksi antara vektor penyakit, inang dan patogen.  Ledakan penyakit kolera telah dihubungkan dengan peningkatan suhu dimana suhu yang lebih panas tersedianya nutrisi seperti fitoplankton yang merupakan sumber makanan dari copepod yang merupakan vektor Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera.  Perubahan iklim juga mempengaruhi vektor penyakit seperti dicontohkan pada nyamuk.  Nyamuk secara umum repoduksinya meningkat, dan juga menggigit lebih banyak pada suhu yang lebih panas  (Molyneux et al., 2008).

6.  Biogeografi Penyakit
    Penyebaran penyakit tergantung pada faktor-faktor seperti: interaksi antara kesesuaian abiotik, keterbatasan biotik, dan kemampuan penyebaran yang dicirikan dengan daerah distribusi. Faktor faktor di atas telah menjadikan perpindahan geografi penyakit menjadi sangat komplex (Peterson, 2008).
Suatu spesies patogen mungkin memiliki toleransi yang besar terhadap abiotik kondisi seperti temperatur, curah hujan atau radiasi matahari, namun faktor biotik seperti vektor menyebabkan penyebarannya terbatas. Kekebalan tubuh juga sangat berperan seperti pada penyakit Lesmaniasis yang disebabkan oleh Leishmania spp. (Schriefer et al, 2009). Disamping itu ras manusia juga mempengaruhi terjadinya penyakit (Tishkoff dan Kidds, 2004).
    Kemampuan mobility dari patogen membatasi penyebaran pada geografi potensial.  Patogen dan parasit adalah organisme mikroskopik dan sering tidak dilengkapi dengan kemampun untuk bergerak, dengan demikian diasumsikan kemampuan meyebarnya rendah.  Namun karena mereka berasosiasi dengan inang yang lebih besar (vektor) memungkinkan kemampuan menyebarnya menjadi sangat besar.

Beberapa Contoh Penyakit dan Penyebaran Geografi
a.  West Nile Virus (WNV) (Paterson, 2008)
West Nile Virus pertama-tama di temukan di Uganda pada tahun 1935 dan menyebabkan penyakit encephalitis di daerah sepanjang timur dan barat Afrika bagian selatan, kemudian secara sporadik penyakit sering ditemukan di Eropa bagian selatan dan pada tahun 1999 penyakit muncul di New York, USA dan dengan cepat menyebar ke arah barat dan selatan Amerika dan sekarang penyakit ini adalah endemik di Amerika.  Tahun 1999, WNV telah melintasi Lautan Atlantik dan menetap di New York.  Migrasi burung telah memfasilitasi penyebaran virus ke arah barat Amerika ke arah Lautan Pasifik dan ke arah selatan ke arah Argentina.   

b. Ebola dan Marburg Virus (Paterson, 2008)
Virus ini ditemukan pada tahun 1967 (Marburg virus) dan tahun 1976 (Ebola) kedua virus ini termasuk pada famili Filoviridae, dan merupakan virus yang berasal dari Afrika. Virus Ebola terbatas distribusinya di daerah dataran rendah hutan tropis evergreen di Afrika (Congo Basin, dan daerah sekitar perbatasan Liberia-Ivory Cost).  Sedangkan Marburg virus terbatas pada daerah agak humid hutan tropis di bagian timur dan selatan Afrika.  Namun karena berasosiasi dengan vektor maka virus ini sering ditemukan di luar daerah geografinya.  Seperti contoh Marburg virus di temukan di Marburg (Jerman) tahun 1967 dan Johannesburg (Afrika Selatan) tahun 1975.  Sedangkan Ebola ditemukan di Virginia, Texas dan Filipina sekitar tahun 1990an.  Penyebaran keluar ini dimungkinkan oleh adanya vektor seperti primata yang membawa virus ini.

c.  Plague (Paterson, 2008)
Plague merupakan penyakit zoonotic yang bersumber dari mamalia kecil dan kutu hewan merupakan vektor penyakit ini.  Penyakit ini mula mula terbatas di daerah Asia Tengah dan bagian tengah Cina.  Dikarenakan perpindahan seperti perdagangan sutera dan pelayaran kapal interkontinental telah terjadi pandemic dan penyakit ini berdiam pada populasi tikus kota (Rattus).  Penyakit ini dapat dihindari dengan menghindari kontak dengan tikus kota, namun di beberapa tempat seperti Amerika Utara dan Amerika Selatan  dan Madagaskar penyakit ini telah melompat pada inang baru yaitu native rodent dan telah menjadi penyakit zoonosis endemik.

d.  Yellow Fever Virus (Paterson, 2008)
Yellow Fever Virus (virus termasuk dalam famili Flaviviridae) awalnya terdistribusi sepanjang daerah humid dan tropika Afrika, kemudian tersebar (mungkin lewat perbudakan) ke Amerika Selatan dan menyebar pada daerah tropis Amerika Selatan.  Namun, sampai sekarang ini penyaki yellow fever tidak ditemukan di daerah tropika Asia, walaupun kondisi di tropika Asia adalah cocok untuk perkembangannya.


Secara umum pengenalan penyakit baru pada populasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

1. Transfer antar-spesies
Dari berbagai mekanisme penyebaran penyakit yang ada, tampaknya inilah yang paling penting. Penyakit dapat tersebar dari dan pada manusia serta mamalia lain. Sebagai contoh adalah influenza dan virus HIV serta Ebola.

2. Difusi spasial
Kemampuan manusia untuk melakukan perjalanan yang meningkat pesat mengubah ekologi manusia dari penyakit infeksi menular. Diperkirakan satu juta orang berpindah tempat secara internasional dalam seharinya dan satu juta orang berpindah tempat dari negara berkembang ke negara maju (dan sebaliknya) dalam satu minggu (Garrett, 1996 dalam Mayer). Sehingga jika seseorang terkena penyakit di satu benua makan esok harinya ia dapat berpindah tempat ke benua lain dan menyebarkan penyakit tersebut. Sehingga pola difusi secara khusus akan dapat ditentukan dengan memahami asal dan tujuan perjalanan manusia.

3. Evolusi patogenik, atau perubahan dalam struktur dan imunitas dari patogen yang lebih awal muncul
Virus dapat melakukan mutasi, mungkin diakibatkan oleh resistensi antimicrobial, tapi mutasi pun dapat terjadi secara acak. Jika mutasi ini terjadi secara acak, maka kemunculan penyakit pun dapat terjadi di daerah mana saja secara acak. Namun bagaimanapun penyebarannya akan tergantung dari orang yang membawanya. Kemunculan penyakit dalam populasi manusia akan tergantung dari kecocokan dalam ruang dan waktu dari agen dan inang dari penyakit tersebut.

4. Deskripsi baru dari patogen yang telah ada di manusia selama bertahun-tahun namun baru dikenali
Penyakit dapat tidak dikenali akibat dari kurngnya teknologi untuk mengidentifikasi penyakit atau kurangnya kerangka kerja konseptual untuk mengenali sindrom secara benar dan merujuknya pada penyakit tertentu.

5. Perubahan dalam hubungan manusia dengan lingkungan
Penyebab ekonomi dan sosial dari kemunculan penyakit yakni perubahan dalam penggunaan lahan, pekerjaan dan aktivitas manusia, dan urbanisasi, terintegrasi dengan faktor biologis seperti mutasi, faktor genetik dan perubahaan dalam zoonotic pool. Pengetahuan akan pola pergerakan manusia dan transportasi sangat penting untuk memahami pola kemunculannya dan semua ini terintegrasi dengan bantuk organisasi sosial dalam masyarakat.

Kesimpulan
    Populasi, masyarakat dan lingkungan selalu secara konstan berubah. Ketika sebuah keseimbangan terganggu akibat dari dinamika masyarakat dan lingkungan ini, maka kehidupan akan mengalami goncangan. Manakala muncul tekanan pada keseimbangan maka komponen-komponen dari keseimbangan itu akan terganggu. Maka, ketika terjadi perubahan dalam penggunaan lahan, peningkatan populasi dan tekanan-tekanan lainnya yang merusak keseimbangan tersebut, guncangan mengejawantah dalam bentuk kemunculan penyakit. Karena kemunculan penyakit mempengaruhi ekologi dan biogeografi dari spesies-spesies yangada di muka bumi, mengenali penyebab kemunculan penyakit dan penyebarannya menjadi pengetahuan yang sangat berharga. Telah kita pahami bahwa kemunculan penyakit dan penyebarannya tergantung dari begitu banyak faktor. Faktor-faktor ekonomi dan sosial serta faktor yang bersifat biologis dan ekosistem saling terintegrasi satu sama lain.
    Meramalkan bagaimana aktivitas manusia yang merusak ekosistim dan berakibat hilangnya biodiversity serta implikasinya terhadap penyebaran penyakit infeksi pada manusia merupakan tantangan bagi manusia.  Untuk mengerti bagaimana interaksi antara patogen, inang (host) dan vektor pada suatu sistim alami adalah sangat sulit.  Untuk beberapa penyakit seperti malaria, schistosomiasis dan penyakit Lyme, pengaruh perubahan ekologi akibat manusia telah diketahui hubungannya, namun bagi banyak penyakit informasi ini sangatlah sedikit.  Disamping banyak ketidak jelasan, terdapat suatu pola yang jelas berupa peningkatan penyakit yang terbawa vektor merupakan dampak karena adanya deforestasi, perkembangan pertanian, pembangunan bendungan, urbanisasi dan pemanasan iklim.
    Penyakit disebabkan oleh patogen seperti virus, bakteri, fungi, protozoa, dan avertebrata yang menginvasi tubuh suatu individu dan mengakibatkan sakit.  Proses suatu penyakit adalah dynamik dan komplex yang melibatkan ruang (mikroskopik seperti sel sampai benua), time (menit sampai berabad-abad) dan hasil interaksi biotik (patogen, reservoir, dan vektor); faktor-faktor ini menyebabkan ekologi dan dinamik distribusi dari masing-masing penyakit menjadi berbeda.  Secara umum faktor A (abiotik), B (biotik) dan M (mobility dari penyakit) menentukan distribusi geografi penyakit, dan kesesuain biogeografi daerah tertentu serta interaksi faktor-faktor ini memungkinkan munculnya suatu penyakit baru.

Daftar Pustaka
  • Lago,E., G. Ritt, A. Góes-Neto, A. L.F. Schriefer, L. W. Riley & E. M. Carvalho.     2009.  Geographic Clustering of Leishmaniasis in Northeastern Brazil. Emerging     Infectious Diseases • www.cdc.gov/eid • Vol. 15, No. 6, June 2009.May, R. M. 1988. Conservation and Disease.  Conservation Biology Vol. 2 no. 1.
  • Mayer, J. D. 2000. Geography, Ecology and Emerging Infectious Diseases. Social     Science and Medicine ?
  • Molyneux, D.H., R.S. Ostfelt, A. Bernstein & E. Chivian. 2008. Ecosystem disturbance,         biodiversity loss, and human infection diseases. Dalam: Chivian, E & A.     Bernstein (eds.). 2008. Sustaining Life: How human health depends on     biodiversity. Oxford Univ. Press.
  • Paterson, A.T. 2008. Biogeography of diseases: a framework for analyis.     http://specify5.specifysoftware.org/Informatics/bios/biostownpeterson/P_N_2008.    pdf?q=Informatics/bios/biostownpeterson/P_N_2008.pdf.  9 hlm.
  • Schriefer A., L. H. Guimarães, P. R.L. Machado, M. Lessa, H.A. Lessa,
  • Tishkoff, S.A & K.K Kidds. 2004. Implication of biogeography and human population     for “race” and medicine. Natural Genetic Supplement 36(11): 21 – 27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar